Delapan Belas Dua Puluh Satu
Sumber :
Anak saya rusak gara-gara terpengaruh temannya!”. “Anak saya kena
narkoba gara-gara terpengaruh si Aziz temannya!”. “Anak saya jadi
membangkang gara-gara sejak bergaul dengan si Anu!” Pernah dengar
perkataan orangtua seperti ini? Orangtua yang menyalahkan lingkungan
pergaulan atas perilaku anaknya yang bermasalah?
Ayah Ibu, ketahuilah anak-anak bermasalah seperti itu memang
bermasalah karena pengaruh pergaulan atau temannya. Tetapi itu
sebenarnya hanya akibat, bukan penyebab utama. Lalu siapa penyebab
utamanya? Ya orangtualah!
Anak-anak itu sejak 0 tahun lebih duluan kenal orangtua atau
temannya? Orangtuanya kan? Lebih lama hidup dengan orangtua atau
temannya? Orangtuanya kan?! Jadi karena orangtua lebih duluan kenal
anak, lebih lama hidup dengan anak, daripada dengan teman-temannya, maka
menurut Anda pengaruh siapa yang seharusnya lebih besar? Orangtua atau
teman? Tentu orangtua bukan?
Jadi, jika ada anak lebih terpengaruh teman bukan terpengaruh
orangtua, tandanya apa? Tandanya orangtua tak memberikan pengaruh.
Mending jika pengaruh temannya positif, bagaimana jika pengaruh temannya
negatif? Musibah.
Ini tidak berarti anak yang lebih terpegaruh teman, orangtuanya tidak
mempegaruhi. Saya yakin sebagian besar orangtua yang anak bermasalah di
dunia sudah mencoba mempengaruhi anak. Tapi pengaruhnya tidak masuk!
Kenapa tidak masuk? Karena sebagian orangtua memberikan pengaruh pada
anak, pendekatannya tidak tepat!
Seperti gelas yang terus diisi air terus menerus. Jika isi air tidak
pernah dikeluarkan apa yang akan terjadi dengan gelas, jika gelas itu
terus diisi air? Tumpah kan? Jika tumpah artinya air ini masuk tidak ke
dalam gelas? Karena gelasannya kepenuhan. Bayangkan jika gelas itu anak
dan air itu adalah “pesan-pesan” kebaikan orangtua.
Jadi lingkungan pergaulan itu sebenarna tak berpengaruh ya terhadap
perkembangan anak? Saya tidak mengatakan itu! Pengaruah lingkungan
pergaulan anak menjadi kecil atau besar bergantung seberapa “masuk”
pengaruh orangtua yang diterima anak.
Andaikan isi gelas itu 100% maka tinggal dihitung saja, jika pengaruh
orangtua lebih banyak yang masuk maka otomatis pengaruh lingkungan
pergaulan akan kecil. Tetapi sebaliknya, jika pengaruh orangtua lebih
sedikit maka otomatis pengaruh lingkungan pergaulan anak akan memiliki
pengaruh lebih besar.
Bagaimana agar anak lebih terpengaruh orangtua bukan terpengaruh oranglain? Apalagi lingkungan pergaulan yang buruk?
Ada banyak yang harus dilakukan orangtua di rumah. Saya menjelaskan
panjang lebar dalam kelas-kelas belajar bersama saya. Tapi saya di sini
ingin mengungkapkan satu saja: berikan waktu anda untuk anak!
Ada banyak waktu baik untuk kita bisa mempengaruhi anak kita, sebelum
anak kita dipengaruhi orang lain. Waktu terbaik pertama adalah saat di
pagi setelah subuh sampai menjelang berangkat kerja bisa jadi adalah
waktu terbaik untuk mereka, terutama untuk para ayah yang bekerja.
Jika di siang hari jelas orangtua tidak bisa mendampingi karena
tengah di kantor atau menjalankan tugas kerja di lapangan. Di sore hari
bisa jadi malah menjadi sisa: tenaga sisa, waktu sisa! Apakah yakin bisa
optimal? (tulisan ini sudah dijelaskan panjang lebar di tulisan saya
yang lain dengan judul “Quality Time di Pagi Hari”).
Waktu di pagi hari adalah waktu yang sebaiknya kita berikan untuk
anak kita setiap hari, tanpa harus menunggu akhir pekan saat hari libur
tiba. Jika hanya saat ibur kita 2 hari kita berikan dan kerja 5 hari
tidak, jangan-jangan anak kita 5 hari terpengaruh orang lain, hanya 2
hari terpengaruh kita? Rugi dong! Mending jika yang mempengaruhinya
adalah pengaruh baik dari sekolah atau teman pergaulan yang baik, lah
kalau tidak?
Waktu terbaik kedua adalah antara jam 18 sampai jam 21 malam. Karena
itu saya berikan judul tulisan ini adalah DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU.
Megapa DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU?
Pertama, waktu itu adalah waktu dimana sebagian besar anggota
keluarga biasanya berkumpul. Saat di siang hari, Salah satu orangtua
(ayah atau ibu) atau mungkin keduanya sedangkan bekerja. Atau anak-anak
juga sekolah untuk yang sudah sekolah. Sore hari? Biasanya anak-anak
masih merasa kelelahan, demikian juga orangtua. Maka waktu antara magrib
sampai menjelang tidur adalah menjadi pilihan.
Kedua, saat bangun tidur dan hendak tidur, adalah waktu dimana
gelombang otak anak dalam keadaan santai. Orang-orang yang mengkaji
neurologhy biasanya menyebut dengan sebutan gelombang alpha. Saat mau
tidur dan bangun tidur, biasanya tubuh anak dalam keadaan tenang,
pikiran pun mengikuti keadaan tubuhnya, tenang. Maka nilai-nilai
orangtua yang akan ditembakkan pada anak saat momen ini bisa menjadi
salah satu momen terbaik untuk mempengaruhi hidup anak.
Di rumah saya, sekeluarga makan malam itu dibiasakan sebelum magrib.
Maka DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU adalah waktu dimana ada banyak
kelapangan antaranggota keluarga saling berinteraksi dan mempengaruhi.
Setelah sholat magrib yang wajib berjamaah (anak laki-laki di masjid)
dan anak perempuan di rumah. Selama 2-3 jam selanjutnya ada banyak
kegiatan BERSAMA yang dapat dilakukan. Yang menjadi SOP (standar) wajib
pertama adalah tadabbur Qur’an. S1 wajib membimbing S2 (lima anak saya
semuanya berawal dari huruf “s” jadi kami sering menyingkat s dengan
urutan angka) . S2 membimbing S3. S4 dan S5 belum diberikan kesempatan
belajar. Sedangkan S1 dibimbing ayahnya atau ibunya.
Orang-orang mungkin menyebutnya dengan sebutan MAGRIB MENGAJI. Untuk
soal ini kami bersikukuh harus orangtuanya yang membimbing, bukan
“outsourcing” kepada yang lain. Bahwa anak-anak juga belajar di
sekolahnya, itu kami anggap sebagian bantuan penting.
Jika masih ada waktu menjelang isya, kami bebaskan anak-anak untuk
bermain dengan saudaranya. (kecuali anak yang besar yang sibuk yang
membuat saya sedih “karena dia terus berkutat dengan buku-buku latihan
soalnya, menjelang ujian).
Sop wajib kedua sepanjang DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU adalah
bercerita, mendongeng atau berkisah. Biasanya dilakukan setelah sholat
Isya agar waktunya panjang. Bisa ngarang sendiri, bisa baca dari
buku-buku yang ribuan buku sudah tersedia di rak-rak yang memenuhi
rumah, bisa dari internet, bisa dari cerita yang didapatkan waktu kita
kecil. Kadang mempelajari isi dan makna ayat dibalik ayat yang anak-anak
baca (tinggal buka tafsirnya yang sudah tersedia).
Kegiatan ketiga, tambahan selama DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU adalah
ngobrol, diskusi dan cerita soal kegiatan-kegiatan mereka dari pagi
sampai sore. Yang bikin senyum, yang bikin ketawa. Anak-anak wajib
cerita 1 cerita/kegiatan agar jadi pembiasaan untuk komunikasi terbuka
(curhat).
Kegiatan keempat sepanjang DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU adalah
MENGERJAKAN TUGAS TERAKHIR. Dalam rangka mengembangkan “respect and
responsibility” di rumah sejak usia 7 tahun anak-anak saya wajib dilatih
mengembangkan 12 kompetensi sederhana di rumah yang akan berguna untuk
dirinya sendiri kelak di masa depan. Diantara 12 kompetensi itu salah
satunya adalah terampil terlibat dalam kegiatan rumah tangga. Hasil
“syuro” anak-anak sendiri yang saya ingat ini tugas mereka:
S1: membereskan meja makan, membereskan sepatu/sandal di luar rumah, mencuci piring sore Jum’at-Minggu
S2: membereskan mainan, mengunci pagar dan pintu depan, mematikan lampu-lampu, mencuci piring sore Selasa-Kamis
S3: membereskan buku-buku, menyiapkan air putih untuk setiap kamar (agar tak perlu ke dapur jika terbangun tengah malam kehausan).
S2: membereskan mainan, mengunci pagar dan pintu depan, mematikan lampu-lampu, mencuci piring sore Selasa-Kamis
S3: membereskan buku-buku, menyiapkan air putih untuk setiap kamar (agar tak perlu ke dapur jika terbangun tengah malam kehausan).
Membangun kemandirian dan tanggung jawab tidak dapat dilakukan
setahun dua tahun apalagi sehari dua hari. Ini membutuhkan waktu tidak
sebentar. Maka mumpung mereka masih hidup dengan saya, hadir di dekat
saya, saya harus membimbing mereka untuk setidaknya bertanggung jawab
setidaknya pada dirinya sendiri. Syukur-syukur kepada orang lain. Jika
anak sudah bertanggung jawab pada dirinya sendiri, setidaknya jika tidak
bermanfaat untuk orang lain, saya berharap anak saya tidak menyusahkan
hidup orang lain. Semoga.
Meski memiliki asisten rumah tangga, tidak menghalangi saya untuk
melatih anak-anak saya melakukannya. Saya tidak mau anak-anak saya
“dilemahkan” hanya gara-gara kehadiran asisten rumah tangga.
Bahkan di rumah saya, anak-anak “diharamkan” meminta bantuan asisten
rumah tangga untuk hampir semua urusan sepanjang mereka dapat
melakukannya sendiri. Saya sering bilang “Bibi sama Mang supir kerja
sama Abah Umi, digaji sama Abah Umi, bukan sama kalian. Maka kalian tak
berhak untuk memerintah Bibi dan Mang.”
Mereka diperbolehkan meminta bantuan dengan syarat: pekerjaan tidak
bisa mereka lakukan sendiri, meminya izin abah ummi, meminta dengan
sopan “boleh minta tolong?”
Satu hambatan harus disingkirkan agar pengaruh kita benar-benar
serius masuk menjadi fikroh anak yaitu kompetitor kita di rumah: gadget
dan segala jenis barang elektronik.
Bukti keseriusan, pada saat DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU, terapkan no
gadget (no bbm, no facebook, no intetnet) no tv! Turn off all that
stuff! Boleh buka barang itu setelah Lewat DELAPAN BELAS DUA PULUH SATU
yaitu ketika anak-anak sudah tidur. Berani?!
Komentar
Posting Komentar