generasi nobita

Generasi Nobita

By. Ust. Jamil

Pekan lalu saya ke Bandung, mengisi training untuk karyawan BRI di Lembang. Malam harinya saya menyempatkan diri jalan-jalan ke Paris van Java. Saya melihat ada antrean mengular di konter penjualan tiket bioskop Blitzmegaplex. Setelah saya mencari tahu ternyata itu antrean orang yang ingin menonton film “Stand by Me Doraemon” untuk besok malam sebab tiket malam itu sudah ludes terjual.

Sehari sebelumnya saya juga melihat antrean yang mengular di Blitzmegaplex Grand Indonesia Jakarta. Kebetulan saat itu saya memberikan seminar di tempat tersebut. Antreannya juga sama, ingin membeli tiket untuk nonton film Doraemon.

Saya lihat banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk nonton film ini. Penasaran, saya kontak teman-teman saya yang sudah menonton filmnya di bioskop. Ternyata komentar mereka sama, “Filmnya tidak cocok buat anak-anak. Padahal dalam promosinya disebutkan untuk semua umur.”

Film anak-anak tetapi ada adegan Shizuka menampar Nobita, Giant berubah orientasi seksualnya dari laki-laki menjadi kewanita-wanitaan. Nobita yang sudah menghayal menikah dengan Shizuka di masa depan. Dan, tentu saja, Nobita yang sering menangis ketika gagal mendapatkan sesuatu lalu mengandalkan kantong ajaib Doraemon.

Mungkin sebagian orang ada yang mengatakan, “Itu kan hanya film. Untuk hiburan.” Benar apabila yang menonton orang dewasa. Tetapi otak anak-anak yang belum sempurna justru akan merekam pesan yang berbeda.

Otak anak-anak belum bisa membedakan dengan tegas antara yang khayalan, karya seni dengan fakta. Anak-anak akan merekam yang dilihat dan didengar sebagai sebuah fakta kebenaran dan boleh jadi akan ditiru dalam kehidupan nyata.

Saya khawatir, generasi masa depan kita adalah generasi Nobita yang menangis dan merengek bila tidak mendapatkan keinginannya. Generasi yang enggan bekerja keras, Mereka mengandalkan jalan pintas. Dan tentu karena kantong ajaib Doraemon tidak ada, jalan pintas yang dipilih akhirnya menghalalkan segala cara, yang penting keinginannya menjadi nyata. Sungguh ngeri.

Dan, tentu yang lebih ngeri lagi, betapa banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa apa-apa yang ditonton anak-anak di masa kecil itu bisa membentuk karakter mereka saat dewasa. Tontonan bisa menjadi tuntunan, waspadalah. Semoga generasi Nobita tidak menjelma menjadi nyata di negeri ini.


Komentar

Postingan Populer